cetar membahagiakan

inilah salah satu percobaanku

Selasa, 03 Januari 2012

cerpen


CELURIT


            “Teng….teng….teng….”
            Sebuah aungan kelenteng  besar, terdengar disebuah desa nan jauh dari keramaian kota.
            “Bu, saya berangkat dulu ya ….”

            Matahari mulai menampakkan batang hidungnya di ufuk timur. Senyum manisnya, begitu indah. Warna merah kekuning-kuningan menjadi andalan baginya untuk menggugah semesta alam agar selalu memujanya.
            Sebuah gelegam celurit seolah tak berdaya bergelantungan ditangan kiriku. Kulangkahkan kaki ini diatas jalan bebatuan yang seolah tak berujung. Terbitlah lalu-lalang kerumunan orang yang disibukkan dengan banyaknya hamparan rerumputan yang tak terawat. Aku rujukan diri ini untuk ikut serta merta dalam rangka glady bersih tersebut.

            “He san ….!! Sini bantu aku “ Begitu ujarnya kepadaku, tatkala aku baru saja termakan oleh kerumunan tersebut. Kutolehkan kepala ini dan kuhentakkan langkahku menuju kelengkingan asal muasal suara tersebut berasal.
            Seketika aku berada dihadapannya, dia hanya mengacungkan jari telunjuknya pada gundukkan rumput yang telah terpotong. “ya …ya…ya…, aku ngerti maksudnya” kurelakan jari jemariku untuk mengaih gundukan rerumputan yang berceceran dijalan bebatuan tersebut. Dan kualihkan kesebuah tempat peristirahatan terakhir bagi mereka. Tapi,,,,
            “Tunggu …..jangan disitu !!!!” Suara sosok pria legam paruh baya,hitam,gendut dan hanya mengenakan celana pendek tersebut, memilah telingaku dikeramaian kegiatan tersebut. Kulihat tatapan matanya, begitu seram, seakan hendak mengeruak-ruak muka ini.
            “Sini saja …!!” Serunya membakar amarahku. Seakan box sampah tersebut miliknya seolah. Padahal box biru berselingkan warna putih tersebut, telah menjadi wahana bagi seluruh barang yang berkecinambungan tak berguna. Baik pagi maupun sore, box sampah tersebut selalu diberi makan sampah-sampah yang memang layak baginya,meskipun dia sudah kenyang.
            Dengan hati yang sudah amat terbakar dan tak akna pernah biasa padam, kurelakan ruji-ruji jariku untuk meletakkan potongan rerumputan tersebut digumbangan tanah sesuai dengan perintah pria berperut besar tersebut.
            Usai itu, aku gelindingkan kaki ini menuju petak tanah ditepi sungai yang digerumbuli dengan rumput teki. Sungguh tiada pernah dilirik, jeruji akarnya begitu mendalam, sesuji ndaunnya begitu berumpun. “Ah …..ini teh harus aku tebas !!!” Kurayakan gelegam celurit ku diketebalan rumput teki tersebut. Satu kali …masih belum cukup, maksimal 20 kali aku harus membabat rumput ini agar bakal rerumputan tersebut tiada tumbuh lagi disini.

            Kini sang surya telah merangai. Kehangatanya, kini hany6a ayang-ayang dan telah menjadi pancaran yang mulai menanarkan kulitku. Sungguh tiada terkira. Hiruk pikuk orang kini sudah mulai beraktivitas. Polutan baru berkelabut menyelimuti kegiatan tersebut. Tatkala tunggangan motor berbolak-balik melintasi desa tersebut.

            “Hm….kini aku sedikit bernafas lega, walaupun sudah kubelani dengan meluncurnya butir-butir keringat yang telah tertumpah dari atas dahiku. Kini aku tinggal membuangnya saja!!!” Seruku dalam hatiku. Tapi tiba-tiba ….
            Sebuah gerobak tua menggelincir mengitari kegiatan tersebut. Bagus!!! Ide yang amat berkelas. Seorang warga disitu mengerahkan sebuah gerobak yang barusan dia cangking dari kantor kelurahan. Gerobak yang bertuliskan kalirejo tersebut tampak masih kuat untuk dapat berkelana dan menerima limpahan beban yang diberikan oleh warga setempat.
            Tatkala gerobak tua tersebut mendekatiku sampai akhirnaya berhenti dengan sempurna dihadapanku, kusongsongkan potongan rumput yang menggunung kedalam perut sang gerobak tersebut. Gerobakpun tersenyum dan melanjutkan petialangannya.
            “He san ..!!! yang ini sekalian ya …..” Sinyal pak hasan kepadaku. Entah kenapa kepala ini serantan mengangguk kepadanay. Huh ,,,,, www.capek.com ,,,, begitu situs yang ingin aku buka. Tapi ,,,, nafsuku untuk segera pulang dan mengisi perutku yang kosong ini, yang mendukung aku untuk lebih cepatan dalam memotong  rumput yang gondrong tersebut.    
            Tapi tiba-tiba .... dsjzzstts ,,,,, “aduh” kedua jari tangan kiriku tergores oleh ketajaman sang celurit. Sungguh mengejutkan !!! darah merah kehitaman kental keluar dari mulut goresan di jari-jariku tersebut. Ya ... jari tengahku kini telah merajab perih, dan jari manisku tiada semanis gula lagi. “iwawww !!!” kegiatan tersebut tetap belub selesai. Hingga akhirnya aku putuskan untuk menggoreskan kedua jariku ini di rerumputan yang masih tersenyum karena belum ditebas.
            “gruduk .....gruduk,,,, gruduk ,,,,” suara gerobak datang menghampiriku. Seakan gerobak telah mendengar rintihan sakit jeruji jariku. Akupun segera menerbangkan rumput-rumput yang telah kuseset, ke dalam bak gerobak tersebut. Tapi ,,,, sang gerobak kini egois. Terbukti dengan : aku belum selesai memasukkan rumput kedalam gerobak tersebut, ia sudah pergi begitu saja. Lancang !! namun tak apalah ,,,,, toh acaranya telah selesai dan akupun segera bergegas untuk pulang dan menenteng sang celurit di tangan kananku .....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar