cetar membahagiakan

inilah salah satu percobaanku

Minggu, 30 Desember 2012

cerpen

Hidup Matiku hanyalah MilikMU
The reality story
Waktu itu, waktu itu telah berlalu. Namun masih saja mengganggu Pikiranku. Betapa tidak, sosok orang yang begitu aku segani, menyanjungku, membela disaat aku dimarahi orang tuaku. Kini telah tenggelam dalam larung tanah. Bermula dari satu senyum yang menyejukkan kalbu, ia menyapaku di pagi yang indah. Melewati sela-sela kepekaan hatiku dan membawaku pada satu lorong waktu. Waktu yang begitu aku nati-nantikan. Melihat wayang golek. Malam yang indah ditemani rembulan yang menyeringah. Bintang-bintang melayang dan berputar melewati otak yang sedang tidak karuan. Saya tidak tahu, apakah ini semua. Yang ada sekarang saya berada direrumpunan orang yang sedang antri untuk masuk dan segera melihat pertunjukkan yang ada. Kursinya tertata rapi, kami putuskan utuk melihat di kursi paling depan, dengan harapan kami melihat dan mendengar dengar jelas, maksud perbincangan lakon wayang. Iya, sang tokoh mulai menggoyang dan memingkalkan para penonotn dengan lagaknya yang unik nan khas. Dibumbui dengan iringan lagu yang merdu dan menyejukkan kalbu. Saya masih ngambang, apakah ini benar-benar malam yang akbar. Malam agung yang selama ini akau impi-impikan? Bingung, tapi memutar sandiwara cerita yang ada. Tereren, tangan ini mulai bergerakdan menapuk-napuk sendiri. Tepuk tangan, dan suara orang berteriak, yeee.. ini semua sungguh spektakuler. Dilaur benakku. Aku dan kakek terpingkal olehnya. Ceritanya lucu dan tak karuan. Memutar otak untuk dapat mengartikannya. Malam telah larut malam, aku dan kakek segera pulang. Walaupun acaranya belum selesai, kakek tetap saja mengantarku. Karena ia memenag selalu memprioritaskan pendididkan. Walau ia tak berpendidikan. Kini saya benar-benar dapat melihat senyum manisnya. Sungguh indah dan tak pernah kujumpai kakek terbahak seperti itu. Ia benar-benar bahagia. Mungkin selama ini beliau selalu disibukkan dengan kermitan masalah hidup yang rumit, yang slelau ia tanggung sendiri. Malam ini kami langsung mengambil air wudhu dan segera melaksanakan sholet isya’. Karena kami tadi berangkat setelah sholat maghrib. Usai sholat, kami langsung masuk kamar kita masing-masing dan segera tidur. Karena sang pagi telah menunggu. Pagi yang indah, dengan mentari yang merona dengan merah jingganya. Waktu saya beranjak langsung sholat subuh, dan mencoba untuk menjanjikan kepadaku untuk selalu menebar kebaikan. Dan kucoba untuk membangunkan kakekku, namun tiada jawab. Ku ketok beberapa lamanya namun tak terbalaskan. Saya merasa curiga ada apa-apa. Akhirnya saya memanggil ayah dan segera mendobrak pintu kakek. Keadaan yang etrduga, waja kakek membiru, dipegangnya oleh ayah sanagt dingin. Dikedknya hati beliau, dan memeriksa keadaan denyut nadinya. Tiada temu. Innalillahi wainnailaihirraojiun. Kakek telah wafat. Tidak mungkin ini. Saya langsung lari tak menyangka. Dimana ini semua yang telah terkontaminasi oleh kebahagian yang semu. Kebahagian yang mengantar pada ujung usianya. Maafkan saya kek, bila saya ada salah-salah kata dan perbuatan padamu. Dan saya segera kembali untuk membacakan surat yaasin dan do’a terakhir untuknya. Semoga semua amal ibadahmu diterima olehnya. Semoga surga menanti kehadiranmu. Inilah sesungguhnya keadilan Allah, kuasa yang tiada sangka. Hidup mati ini hanyalah untukmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar